Desa Bumiayu, Kecamatan Weleri, Kabupaten Kendal, memiliki sejarah panjang yang kaya dan penuh nilai-nilai perjuangan serta kebersamaan masyarakat. Berdasarkan penelusuran peta kolonial dan keterangan lisan para sesepuh, diketahui bahwa wilayah Desa Bumiayu dulunya terdiri dari tiga dusun utama yang berdiri sendiri, yaitu:
Dusun Tempel
Dusun Timbang
Dusun Lebo
Ketiga dusun ini telah muncul secara jelas dalam peta-peta Belanda tahun 1920 dan 1923, namun pada masa itu belum tergabung dalam satu desa yang bernama Bumiayu.
PETA BUMIAYU TAHUN 1898
PETA BUMIAYU TAHUN 1920
PETA BUMIAYU TAHUN 1923
PETA BUMIAYU TAHUN 1925
PETA BUMIAYU TAHUN 1943
Awal tahun 1921, wilayah ini mengalami bencana banjir besar yang bersumber dari Kali Damar, sebuah sungai kecil yang mengalir di sekitar Dusun Tempel. Banjir ini merendam lahan pertanian dan pemukiman, memaksa warga dari tiga dusun untuk saling bahu-membahu menghadapi dampaknya.
Pasca bencana tersebut, dilakukan penataan kembali wilayah oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Menurut kesaksian para sesepuh desa, seorang pejabat Belanda setingkat kawedanan—dikenal dengan sebutan Ndoro Sten—mengeluarkan kebijakan untuk menggabungkan tiga dusun menjadi satu kesatuan administratif baru.
Wilayah gabungan tersebut kemudian diberi nama Bumiayu, yang secara harfiah berarti "tanah yang indah" atau "bumi yang baik", sebagai simbol harapan dan kebangkitan pasca musibah. Sejak saat itu, ketiga dusun menjadi bagian dari satu desa, meskipun tetap mempertahankan identitas lokal masing-masing.
Penelusuran terhadap peta-peta kuno menunjukkan perkembangan sebagai berikut:
Tahun | Situasi |
---|---|
1898 | Dusun Timbang dan Lebo sudah muncul; Tempel belum tercatat |
1920 | Ketiga dusun—Tempel, Timbang, dan Lebo—muncul bersama dalam peta |
1921 | Menurut kesaksian lisan, terjadi banjir Kali Damar dan penggabungan desa |
1923 | Ketiga dusun terlihat dalam peta, namun nama “Desa Bumiayu” belum tercantum |
Meski tradisi lisan menyebut tahun 1921 sebagai awal terbentuknya Desa Bumiayu, proses penelusuran dan pengumpulan dokumen resmi masih terus dilakukan oleh tim sejarah desa. Diharapkan dalam waktu dekat akan ditemukan dokumen pengesahan administratif desa dari pemerintah kolonial atau masa awal kemerdekaan.
Sejarah adalah akar identitas. Dengan menelusuri asal-usul desa, kita mengenal jati diri, menghargai perjuangan leluhur, dan merawat kebersamaan untuk generasi yang akan datang.
Share :